Jumat, 11 Desember 2009

BAB I

BAB I
PENDAHULUAN


A. Pengertian Ekologi

Sesungguhnya sangatlah sulit untuk menelusuri kapan kajian ekologi dimulai, meskipun bila ditinjau dari peristilahannya, telah diperkenalkan oleh seorang ekologiwan Jerman yang bernama Ernest Haeckle (1866). Ekologi berasal dari kata Latin “ oekologie” yang berasal dari kata oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti kajian atau ilmu. .Jadi ekologi berarti kajian organisme di habitatnya atau di tempat hidupnya. Menurut Ernest Haeckle ekologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam, suatu kajian hubungan anorganik serta lingkungan organik di sekitarnya. Menurut C. Elton (1927) ekologi adalah ilmu yang mengkaji sejarah alam atau perkehidupan alam (natural history) secara ilmiah, dan menurut Andrewartha (1961) ekologi adalah ilmu yang membahas penyebaran (distribusi) dan kemelimpahan oraganisme. Sedangkan Eugene P. Odum (1963) menyatakan bahwa ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur dan fungsi alam. Charles J. Krebs (1978) menyatakan ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji interaksi-interaksi yang menentukan penyebaran dan kemelimpahan organisme.
Sekarang definisi ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Interaksi makhluk hidup dengan lingkungan abiotiknya, bagaimana lingkungan mempengaruhinya, dan bagaimana makhluk hidup merespon pengaruh tersebut. Sedangkan interaksinya dengan sesama biotik menyebabkan terjadinya simbiotik dari berbagai makhluk hidup.
Kajian ekologi komunitas berkembang ke dalam dua kutub, yaitu di Eropa yang dipelopori oleh Braun-Blaunquet (1932) yang kemudian dikembangkan oleh para ahli lainnya. Mereka tertarik untuk mempelajari komposisi, struktur, dan distribusi dari komunitas. Kutub lainnya di Amerika, seperti Cowles (1899), Clements (1916), dan Gleason (1926) yang mempelajari perkembangan dan dinamika komunitas tumbuhan. Sedangkan Shelford (1913,1937), Adams (1909), dan Dice (1943) di Amerika dan Elton di Inggeris mengungkapkan hubungan timbal balik antara tumbuhan dan hewan.
Pada saat yang bersamaan perhatian terhadap dinamika populasi juga banyak dikembangkan para ahli. Pendekatan secara teoritis dikembangkan oleh Lotka (1925), dan Voltera (1926) menstimuli pendekatan secara eksperimen. Pada tahun 1940-an dan 1950-an Lorenz dan Tinbergen mengembangkan konsep-konsep tingkah laku yang bersifat instink dan agresif. Sedangkan tingkah laku sosial dalam regulasi populasi dikembangkan oleh Wynne dan Edward (1960) secara mendalam di Inggeris.
Berdasarkan penemuan-penemuan dari Darwin (1859) dan Wight (1931) ekologi berkembang kearah kajian genetika populasi, kajian evolusi, dan adaptasi. Leibig (1840) mengkaji pengaruh lingkungan nonbiotik terhadap organisme, sehingga ekologi berkembang ke arah eko-klimatologi dan ekofisiologi.

B. Perkembangan Ekologi Tumbuhan

Ahli-ahli ekologi tumbuhan mencoba menemukan faktor-faktor yang men-dukung dan berperanan dalam kehidupan vegetasi. Mereka terus menerus mencoba melakukan penelitian ke arah yang lebih baik, sebagaimana ahli biologi lainnya dengan mengikuti perkembangan kemajuan bidang kimia dan fisika, seperti ditemukannya DNA, ikatan hidrogen dan partikel sub atom dan lain-lain. Manusia selalu berusaha untuk mengeta¬hui hasil penemuan yang sudah ada, dan dalam rangka untuk menggali penemuan yang akan datang. Ahli ekologi tumbuhan sangat berkeinginan untuk mengetahui hubungan yang lengkap antara tumbuhan yang satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungannya.
Secara lebih mendasar, ekologiwan tumbuhan ingin menjawab beberapa perta-nyaan seperti; Bagaimana tumbuhan mengatasi masalah dispersal, perke-cambahan pada tempat yang cocok, kompetisi, nutrien dan pembebasan energi? Bagaimana tum¬buhan dapat bertahan terhadap keadaan yang kurang baik atau yang membahayakan, seperti api, banjir, kemarau panjang dan lain-lain? Bagaimana tumbuhan dapat menjelaskan keberadaannya, kekuatan tumbuh dan jumlahnya pada masa yang lalu, sekarang dan masa yang akan datang pada habitat mereka?
Dengan mengembangkan pertanyaan tersebut di atas, maka banyak sekali informasi yang bisa digali dari hubungan sesama tumbuhan dan dengan lingkungannnya. Ada ekologiwan yang tertarik kepada masalah-masalah yang bersifat mendasar dalam melakukan deskripsi vegetasi, tetapi ada juga ekologiwan yang yang tertarik pada masalah penerapan informasi dasar tersebut, sehingga memunculkan ekologi terapan.
Ekologiwan tumbuhan terapan banyak dikenal sebagai manejer penggembalaan ternak, rimbawan atau agronomiwan. Mereka berusaha untuk mengetahui bagaimana tumbuhan beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga tumbuhan tersebut dapat tetap berada pada habitatnya.
Peletak dasar ekologi tumbuhan adalah Friedrich Heinrich Alexander von Humbolt (1769-1859) ahli botani. Ia banyak meneliti tentang botani, dan memperkenalkan term assosiasi, fisiognomi, hubungan antara distribusi tipe vegetasi dengan faktor-¬faktor lingkungan seperti elevasi, ketinggian, dan temperatur. Humbolt juga dikenal sebagai tokoh geografi tumbuhan. Anton Kerner von Marilaun (1831-1898) dikenal setelah dia menerbitkan hasil penelitiannya yang berjudul Plant Life of the Danube Basin (1863), dengan tuntas ia menjelaskan pengertian dari suksesi. August Grisebach (1814-1879) telah melakukan perjalanan yang luas dan telah mendeskripsikan lebih dari 50 tipe-tipe vegetasi utama dalam term fisiognomi modern. Ia menjelaskan hubungan distribusi tumbuhan dengan faktor-faktor lingkungan. Tokoh biologi lain yang mempunyai kontribusi dalam perkembangan ekologi tumbuhan adalah Oscar Drude (1890 dan 1896), Adolf Engler (1903), George Marsh (1864), Asa Gray (1889) dan Charles Darwin yang terkenal dengan bukunya Origin of Species.
Ekologi tumbuhan berkembang dengan cepat setelah beberapa ahli botani juga tertarik meneliti ekologi tumbuhan. Johannes Warming (1841-1924) berhasil meng¬identikasi 2600 spesimen tumbuhan dan menulis sebuah buku tentang vegetasi ( 1982), dimana di dalamnya diuraikan tentang geologi, tanah dan iklim, tipe-tipe vegetasi dan komunitas, dominan dan subdominan, nilai adaptasi bermacam-macam life form, pengaruh api terhadap komposisi komunitas dari suksesi serta fenologi dari komunitas dan taxa. Andreas Franz Wilhelm Shimper (1856-1901) ahli botani Jerman, ia menerbitkan buku yang berjudul Plant Geography on a Physiological Basis (1898 dan 1903), sebagai pemula ekofisiologi. Selanjutnya Jozep Paczoski (1864-1941) dan Leonid Ramensky (1884-1953) telah menulis hal-hal yang berkenaan dengan fito-sosiologi dan fitocoenocis. Clinton Hart Merriam (1855-1942) dari Universitas Columbia, juga telah melakukan ekspedisi yang panjang dalam melakukan penelitian vegetasi dalam hubungannya dengan zona elepasi. Ahli ekologiwan yang sangat terkenal Frederick Edward Clements (1874-1945) besar sekali sumbangannya terhadap kemajuan Ekologi Tumbuhan. Pada tahun 1898 ia telah menerbitkan sebuah karya yang berjudul The Phytogeography of Nebraska. Ia juga banyak menulis keadaan vegetasi di Amerika Utara, tentang formasi dan suksesi, varian lokal dan lain-lain.
Sejak tahun 1925, ekologi tumbuhan terus berkembang dengan pesat, hal ini ter-jadi karena sumbangan yang sangat besar dari para ekologiwan dari Eropa dan Ame¬rika. Di antara ekologiwan tersebut adalah Henry Gleason yang tahun 1926 dengan panjang lebar menulis tentang asosiasi dan komunitas tumbuhan. Ekofisiologi telah dikembangkan sekitar tahun 1940 dan 1950 an. Robert. H. Wittaker dari tahun 1940 an sampai 1970 an telah pula mengembangkan sinekologi. Di Eropa, Christen Raunkier telah mengembangkan klasifikasi life form dan metode sampling vegetasi. Tokoh yang juga besar andilnya dalam pengembangan ekologi tumbuhan adalah Josias Braunn-Blanquet (1884-1980) yang mengembangkan metode sampling komunitas, reduksi data, dan nomenklatur asosiasi.

C. Spesialisasi Ekologi Tumbuhan
a. Sinekologi (Ekologi komunitas)
Sinekologi berkembangan dari Geografi Tumbuhan, yang mengkaji pada tingkat komunitas. Sinonim dari Sinekologi adalah Ekologi komunitas, Filososiologi, Geobotani, Ilmu Vegetasi dan Ekologi Vegetasi. Sinekologi mengkaji komunitas tumbuhan dalam hal:
1. Sosiologi Tumbuhan, yaitu deskripsi dan pemetaan tipe vegetasi dan komunitas.
2. Komposisi dan struktur komunitas
3. Pengamatan dinamika komunitas, yang mencakup proses seperti transfer nutrien dan energi antar anggota, hubungan antagonistis dan simbiotis antara anggota, dan proses, dan suksesi (perubahan komunitas menurut waktu).
4. Mencoba untuk mendeduksi tema evolusioner yang menentukan bentuk komunitas secara evolusioner.

b. Autekologi (Ekologi Spesies)
Bagian dari ekologi tumbuhan yang mengkaji masalah adaptasi dan tingkah laku spesies atau populasi dalam kaitannya dengan lingkungannya. Sub divisi dari autekolgi meliputi demekologi (spesiasi), ekologi populasi dan demografi (pengaturan ukuran populasi), ekologi fisiologi atau ekofisiologi, dan genekologi (genetika).
Autekologi mencoba untuk menjelaskan mengapa suatu spesies dapat terdistri¬busi. Bagaimana sifat fenologi, fisiologi, morfologi dan tingkah laku atau genetik dari suatu spesies yang sukses terus pada suatu habitat. Mereka mencoba menggambarkan bagaimana pengaruh lingkungan pada tingkat populasi, organismik dan sub organismik. Autekologi dapat bergerak ke dalam spesialisasi lain di luar ekologi, seperti fisiologi, genetika, evolusi dan biosistematik.


c. Spesialisasi Ekologi Tumbuhan dan Ekologi Hewan.
Ekologi tumbuhan dapat dianggap sebagai suatu spesialisasi dalam ekologi. Beberapa ilmuwan dan pendidik mengeritik pembagian ekologi ke dalam ekologi tum-buhan dan hewan, alasannya pembagian tersebut artitisial dan merusak pengertian ekosistem itu sendiri (suatu ekosistem adalah keseluruhan komunitas tumbuhan, komunitas hewan dan lingkungan dalam wilayah khusus atau habitat).
Kita semua pada hakekatnya adalah spesialis, dengan cara ini terjadi kemajuan yang lebih pesat. Seseorang tidak dapat menguasai semua bidang ekologi, dengan demikian biarlah terbagi menjadi ekologi tumbuhan dan ekologi hewan. Pembagian ini juga di¬lihat dari perbedaan struktur, tingkah laku dan fungsi antara hewan dan tumbuhan yang sangat berbeda, sehingga banyak prinsip ekologi tumbuhan tak dapat diterapkan begitu saja ke dalam prinsip ekologi hewan, begitu juga sebaliknya.
Pembagian ekologi menjadi ekologi hewan dan tumbuhan secara artifisial ini bukan berarti kita harus mengurangi spesialisasi, tetapi mendorong kita untuk selalu mengadakan komunikasi satu sama lain sehingga mengurangi kesenjangan antara ekologi tumbuhan dan ekologi hewan.

BAB I


BAB I

PENDAHULUAN


Pada dasarnya evaluasi adalah sama untuk semua bidang studi atau mata pelajaran. Walaupun demikian evaluasi itu ada yang bersifat khusus untuk bidang studi atau matapelajaran tertentu, yang kurang penting untuk bidang studi lain bisa ditinggal. Ini tentunya tergantung dengan sifat, cakupan, dan tujuan bidang studi atau pelajaran yang bersangkutan. Setiap bidang studi atau mata pelajaran Pokok bahasan, dan sub pokok bahasan mempnyai tujuan yang mengacu kepada pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ada bidang studi yang mempunyai titik berat pada pengetahuan dan keterampilan, sikap tidak begitu dihiraukan, dan ada pula bidang studi yang yang mengutamakan sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam porsi kecil.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan sikap saling melengkapi. Walaupun titik beratnya pada pengetahuan, seseorang yang mempelajari Biologi perlu memiliki keterampilan, misalnya keterampilan dalam menggunakan alat-alat laboratorium, mengumpulkan dan mengolah data. Selain itu juga ia harus memiliki sikap sebagai seorang Biologiwan.

Berhubung dengan pentingnya peranan evaluasi dalam dunia pendidikan dan evaluasi yang dilakukan harus benar, maka setiap guru dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan evaluasi dalam pembelajaran. Atas dasar evaluasi yang dilakukannya, guru dapat menetapkan bahwa siswa A tergolong cepat, siswa B termasuk sedang, sedang siswa C perlu mendapat perhatian khusus, dan siswa D tidak naik kelas.

Di sini terlihat betapa besar peran guru dalam pendidikan, termasuk dalam menentukan nasib para siswanya. Kesalahan evaluasi yang dilakukan guru dapat berakibat tidak baik bagi semua: siswa, guru sendiri, orang tua siswa, dan dunia pendidikan. Setiap saat guru perlu mengetahui perkembangan yang berlangsung pada diri siswanya dalam mempelajari sesuatu. Guru harus mengetahui perkembangan prestasi atau keberhasil siswanya dalam belajar. Untuk itu guru perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan dan menyusun tes, melaksanakan tes, mengolah hasil tes, memberi nilai, menganalisis soal, dan sebagainya. Apabila ia terampil melakukan itu semua, maka diharapkan ia akan dapat melakukan evaluasi secara obyektif dan benar.

A. Pengertian Evaluasi

Evaluasi atau penilaian bersifat subyektif, tergantung kepada siapa atau dari sudut mana memandangnya. Untuk itu menjadi tugas guru untuk melaksanakan evaluasi yang bersifat subyektif seobyektif mungkin. Agar subyektivitasnya berkurang, evaluasi dalam pendidikan perlu didasarkan atas pengukuran yang bersifat obyektif. Pengukuran adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam melakukan evaluasi.

Pengukuran dapat diartikan sebagai pengenaan angka-angka pada performance atau sifat untuk menyatakan kualitas atau kuantitas. Pengukuran dapat pula diartikan sebagai proses ketika orang mengenakan angka-angka kepada barang atau gejala berdasarkan aturan-aturan tertentu. Pengukuran dapat dilakukan dengan tes, misalnya bila kita ingin mengetahui seberapa jauh siswa sudah menguasai materi pembelajaran yang diberikan. Tetapi pengukuran tidak hanya dilakukan dengan tes, misalnya bila kita ingin mengetahui bagaimana sikap anak terhadap mata pelajaran yang kita asuh, maka kita dapat memberikan angket kepada siswa.

Pengukuran bersifat obyektif, siapapun yang mengukur tinggi badan, berat badan, atau kecepatan lari seseorang maka hasil yang diperoleh harus sama. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan harus standar. Dalam bahasa evaluasi dikatakan bahwa alat tersebut valid. Misalnya hasil pengukuran tersebut adalah tinggi badan Budi 163 cm, suhu badan Ani 36,5oC, angka-angka tersebut menunjukkan kuantitas, dan akan sama hasilnya siapapun yang melakukan pengukuran, jadi bersifat obyektif. Interpretasi terhadap angka-angka atau harga-harga itu adalah evaluasi atau penilaian.

Evaluasi terhadap hasil pengukuran pengukuran di atas dapat berupa pernyataan atau keputusan . Misalnya bahwa tinggi badan Budi tidak memenuhi syarat untuk diterima di Sekolah Penerbangan, bahwa suhu badan Ani adalah sedang. Subyektivitas evaluasi itu tampak jika kita mengingat hal-hal berikut. Budi dengan tinggi badan 163 cm tidak dapat diterima di sekolah penerbangan, karena disana berlaku persyaratan untuk menjadi penerbang, seseorang harus mempunyai tinggi minimal 170 cm. Tetapi ia akan diterima untuk menjadi mahasiswa perguruan tinggi.

Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari dua atau lebih alternatif yang paling diinginkan. Karena penentuan atau keputusan biasanya tidak diambil secara acak, maka alternatif-alternatif seperti itu harus diberi nilai relative. Pemberian nilai itu memerlukan pertimbangan yang rasional didasarkan atas informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah cara memperoleh informasi untuk mengambil keputusan.

Sebelum melakukan penilaian maka didahului dengan kegiatan pengukuran, yaitu kegiatan untuk mendapatkan informasi atau data secara kuantitatif. Dari data yang didapat tersebut diolah dan dilakukan penilaian. Jadi penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu program telah berhasil atau belum. Evaluasi merupakan ke dua kegiatan tersebut yaitu kegiatan pengukuran dan penilaian.

Masih ada satu istilah lain yang sering juga digunakan dalam dunia pendidikan yaitu “ asesmen (assessment). Asesmen dan pengukuran mempunyai pengertian yang mirip. Asesmen dapat dianggap sebagai penerapan praktis dari pengukuran.

B. Kedudukan evaluasi dalam pendidikan IPA

Dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas ada tiga komponen penting yang kita tetapkan, dan ke tiga komponen itu saling terkait, yaitu :

  1. tujuan ;
  2. metode, ( termasuk di dalamnya materi, media, dan pengalaman belajar)
  3. evaluasi

Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan, yang di dalamnya terdapat konsistensi internal, artinya saling hubungan yang konsisten (tetap, terus-menerus, serasi). Pemilihan metode, materi pembelajaran, dan media ditentukan oleh tujuan. Sedangkan evaluasi ditentukan oleh tujuan dan metode.

Hubungan ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :


Dalam proses belajar mengajar terlebih dahulu menetapkan tujuan yang akan dicapai, yang biasanya dirumuskan dalam bentuk Tujuan Pembelajaran Khusus, yang dijabarkan dari indikator. Tujuan ini merupakan arah pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi teratur dan terarah. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kita harus menetapkan strategi yang digunakan untuk mencapainya, untuk itu kita memilih metode apa yang cocok digunakan. Dalam hal ini termasuk menetapkan materi pembelajaran, media, sarana, dan prasarana yang digunakan.

Apabila proses pembelajaran sudah kita lakukan, maka kita ingin tahu apakah tujuan yang sudah kita tetapkan tersebut sudah tercapai atau belum, untuk itu kita perlu mengadakan evaluasi. Hasil evaluasi kita bandingkan dengan tujuan yang sudah kita buat, maka kita dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan tersebut. Oleh sebab itu dalam pembuatan alat evaluasi harus berpedoman pada tujuan, dan tidak boleh menyimpang dari tujuan. Apabila seorang guru membuat alat evaluasi bukan dari tujuan yang dirumuskan, maka bukan kesalahan siswa bila siswa tidak mampu menjawabnya.

C. Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Secara umum tujuan diadakannya evaluasi adalah untuk mengetahui apakah suatu proses pembelajaran efektif atau tidak. Dengan mengadakan evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan pembelajaran khusus yang sudah ditetapkan dapat tercapai atau tidak.

Secara garis besar fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan mencakup empat hal, yaitu ;

  1. sebagai umpan balik, untuk memberikan umpan balik kepada guru mengenai program pembelajaran yang dilaksanakannya, ini dapat digunakan sebagai dasar untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya;
  2. sebagai alat diagnostik, dari hasil evaluasi guru akan mengetahui kesulitan-kesulitan belajar siswa, dengan demikian dapat dilakukan program remedial;
  3. sebagai alat pengukur keberhasilan, dalam hal ini seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai, sekaligus mengukur ketuntasan belajar. Juga sekaligus mengukur keberhasilan guru dalam mengajar.
  4. Sebagai alat penempatan, untuk menempatkan siswa dalam jurusan yang tepat sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat anak.
  5. Sebagai alat seleksi, dengan evaluasi dapat digunakan untuk menerima siswa baru, menentukan siswa yang naik kelas, menentukan siswa yang menerima beasiswa, menentukan siswa teladan, dan lain-lain.

D. Prinsip Penilaian Dalam KTSP

Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam kompetensi dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara lain:

1. penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi;

2. penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran;

3. penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan;

4. hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi pesertaan. didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan;

5. penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran.

Penilaian hasil belajar peserta didik harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. sahih (valid), yakni penilaian berdasarkan data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;.

2. obyektif, yakni penilaian berdasarkan pada prosedur dan kreteria yang jelas, tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai;

3. adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender;

4. terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dan kegiatan pembelajaran;

5. terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;

6. menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik;

7. sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku;

8. menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan;

9. akuntabel; yakni penilaian dapat dipertanggung jawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

E. Ciri-ciri alat Evaluasi yang baik

Seperti telah dijelaskan bahwa untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sudah tercapai atau belum perlu dilakukan evaluasi. Alat evaluasi yang dibuat disamping harus sesuai dengan TPK atau indikator yang sudah ditetapkan juga harus memenuhi persyaratan, yaitu : 1) memiliki validitas; 2) memiliki reliabelitas; 3) obyektivitas; 4) ekonomis; dan 5) praktis.

  1. Validitas

Alat evaluasi dikatakan valid atau memiliki validitas yang baik bila alat evaluasi tersebut mengukur dengan tepat apa yang mau diukur. Misalnya bila kita mau mengukur berapa panjang sebidang tanah, maka kita akan menggunakan meteran untuk mengukur panjangnya. Bila kita seorang guru membuat soal, maka soal tersebut harus sesuai dengan materi yang diberikan, sesuai dengan kurikulum, dan sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.

  1. Reliabilitas

Alat evaluasi dikatakan reliable bila alat evaluasi itu dapat dipercaya, untuk itu apabila alat evaluasi tersebut dicobakan beberapa kali harus mempunyai ketetapan hasil, atau memiliki hasil yang konsisten. Misalnya bila sebuah tes dilakukan kepada sebuah kelas terhadap satu pokok bahasan tertentu, bila tes tersebut diulang maka harus mendapatkan hasil yang relative sama dengan hasil tes pertama.

  1. Obyektivitas

Alat evaluasi harus memiliki sifat obyektif, sehingga ia dapat mengukur dengan baik kemampuan siswa sesuai apa adanya. Disamping itu agar hasil tes tersebut obyektif maka juga harus dilihat dari pelaksanaan yang sesuai dengan tata tertib, dan cara penskoran yang obyektif, tidak ada unsur subyektivitas dalam melakukan penilaian.

  1. Praktis

Bersifat praktisnya artinya mudah dilaksanakan, dilengkapi dengan petunjuk yang jelas. Disamping itu juga mudah pemeriksaannya, artinya dilengkapi dengan kunci jawaban, dan pedoman penskoran.

  1. Ekonomis

Tes bersifat ekonomis artinya hemat dari segi dana, waktu, dan tenaga dalam pelaksanaannya.

E. Latihan

  1. Jelaskan penegertian dari Evaluasi dalam pembelajaran IPA ?
  2. Jelaskan hubungan antara Tujuan Pembelajaran, metode dan Evaluasi.
  3. Jelaskan Tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran IPA.
  4. Jelaksan prinsip penilaian dalam KTSP ?
  5. Jelaskan ciri-ciri tes yang baik ?